Kamis, 08 Desember 2011


PIMPINAN PP. RANCAUCING BAYONGBONG GARUT




Adjengan Idjazi
1940 - 2000
H. Maman Sulaiman
2000 – 2003 M
Aceng Toto Alawi
2003 - sekarang


Rabu, 07 Desember 2011

pesantrenrancaucing


    SEJARAH  PESANTREN RANCAUCING
       Dahulu kala pesantren Rancaucing merupakan sebuah pesawahan antara kampung Kiarapayungkulon dan Goler, lalu kemudian sawah itu dibeli oleh mama Yasin, dari salah seorang petani asal Kiarapayung, kemudian sawah-sawah itu diurus dan dijadikan lahan rumah, oleh keluarganya sehingga menjadi suatu kampung, serta didirikan pula sebuah masjid besar, yang dikenal masjid Rancaucing, konon ketika itu terjadi pada tahun 1918. Dalam kurun beberapa tahun, kehidupan di Rancaucing normal, seyogyanya kampung-kampung lain, namun gersang akan keagamaan, lalu atas inisiatif mama Yasin, kampung Rancaucing mengutus kedua putranya untuk menimba ilmu di pondok lain, setelah matang kemudian mereka kembali ke kampung halaman untuk mengelola pesantren Rancaucing, yaitu H. Basyari dan H. Hambali supaya mengembangkan dan mengajarkan ajaran agama Islam, ditangan beliau berdua inilah pendidikan keagamaan diajarkan lewat sebuah Madrasah Keagamaan selama beberapa tahun lamanya, ketika santri sudah mulai berdatangan, tiba-tiba  mama hambali memutuskan untuk mengajar Agama di daerah urug lalu kemudian pindah ke daerah Cimanuk Cikajang, dikarenakan daerah tersebut sangat membutuhkan seorang kyai yang ahli dalam Agama Islam, akhirnya H. Basyari pun walau sendirian dibantu masyarakat, bisa dibilang sukses dalam menyiarkan ilmu keagamaan dengan mendirikan suatu madrasah dan pesantren kecil yang diberi nama “Pesantren Rancaucing”, hingga pesat, namun dalam pertengahan kepesatan tersebut beliau pun wafat, sayangnya beliau belum memiliki kaderisasi yang kuat, karena putra-putranya masih belia, sehingga kegiatan kepesantrenan pun sempat terhenti, sebelum akhirnya diurus oleh putra sulungnya yakni Aceng Panhur.
       Melihat perkembangan Islam di Rancaucing yang berjalan stagnan, maka H. Hambali yang tinggal di Cimanuk ketika itu, pergi ke Urug untuk bermufakat dengan tiga santrinya, yaitu Ajengan Qomar, Ajengan Entoh dan ajengan Ijazi, ketika itu ajengan Qomar diutus untuk mengisi di daerah Urug, ajengan Entoh mengisi di Cilimus sedangkan ajengan Ijazi da Batu Gede, kabar ini pun akhirnya terdengar sampai ke telingga penduduk Rancaucing Sukamanah, sebagian dari mereka mengatakan “jangan dulu di daerah Batu Gede, daerah Rancaucing pun sangat membutuhkan seorang figure yang ahli dalam agama”, akhirnya H. Hambali mengutus ajengan Ijazi atau Abah Ija, yang tiada lain merupakan murid sekaligus menantunya, untuk mengisi di daerah Rancaucing untuk membantu aceng Panhur, hingga kegiatan keagamaan di pesantren Rancaucing pun pesat kembali, namun di pertengahan itu aceng panhur hijrah ke daerah cipulus beserta keluarganya,hingga adjengan ijazi pun berjuang sendiri di bantu oleh masyarakat, bahkan sempat terjadi masalah internal antara pihak pesantren yang di kelola oleh adjengan ijazi atau abah ija dengan sebagian sebagian keluarga besar mama basyari, hingga akhirnya abah pun pindah ke daerah Urug, Rancaucing pun kembali vakum dan masyarakat pun gelisah karena kehilangan seorang figur yang teladan dan tawadlu seperti abah Ijazi, akhirnya diadakanlah musyawarah oleh masyarakat sekitar, untuk mendatangkan kembali abah ijazi ke Rancaucing.
       Suatu hari ketika abah Ijazi sedang melaksanakan ziarah, selama 40 hari ke Pamijahan Tasikmalaya timbullah inisiatif spontanitas perwakilan masyarakat Rancaucing dan sekitarnya, untuk mendatangi kediaman abah ijazi di daerah Urug, perwakilan masyarakat tersebut bertemu dengan istri abah Ijazi, yaitu mamah Epon. Lalu mengatakan bahwa atas perintah abah Ijazi sebelum berangkat ziarah untuk mamah Epon beserta rumahnya, harus segera dipindahkan ke Rancaucing, spontan ketika itu masyarakat membongkar rumah abah Ijazi di daerah Urug, kemudian dipindahkan ke Rancaucing (membongkar, memimdahkan dan mendirikan rumah abah Ija itu dalam kurun satu hari, selesai). Ketika abah Ija pulang dari tempat ziarah, dan sesampainya di Urug, beliau sangat kaget sekali karena mendapati rumah beserta istrinya hilang, sampai seorang penduduk mengatakan bahwa rumah dan istri abah telah dipindah ke Rancaucing,akhirnya abah Ija hanya tawakal dan bersedia kembali untuk mengayomi masyarakat dengan ilmu keagamaan, yang dirasakan masyarakat masih gersang.
       Hari demi hari, tahun demi tahun berlalu dengan cepatnya, ketika itu pesantren Rancaucing menjelma menjadi sebuah pesantren yang sangat disegani dan dihormati di wilayah kabupaten Garut dan kota kota yang lainnya.Hingga para santri pun banyak yang berdatangan sampai tidak tertampung, atas izin Alloh SWT dan dukungan masyarakat pesantren Rancaucing semakin berkembang dan maju, sebagai bukti sebagian santrinya ada yang berasal dari luar kota dan sebagian dari wilayah Garut, sehingga jumlah santri dan santriwati pun sampai berjumlah ratusan, selain itu figur seorang pimpinannya pun sangat membantu dalam mengarumkan nama pesantren, dikarenakan abah Ijazi selaku pimpinan pesantren Rancaucing dikenal karena ketawadluannya, kesabarannya dalam mendidik masyarakat yang notabene beranekaragam karakter serta berwawasan luas dalam hal keagamaan, seperti Akhlaq, Fiqih, Tauhid dll. Sehingga meluluhkan jiwa masyarakat dan para santrinya yang sedang menimba ilmu kepada beliau. Setelah mencapai masa keemasan pesantren Rancaucing, akhirnya tepat pada tanggal 13 Muharrom 1422 H/2000M, beliau wafat, dipanggil kehadirat Ilahi Robbi, ketika itu usia beliau genap 100th, nama beliau pun dikenang dan tercatat oleh tinta sejarah sebagai seorang ulama besar di masanya.
       Sepeninggal beliau, pesantren Rancaucing secara otomatis diteruskan oleh menantunya dari Cigondewah Bandung, yaitu KH. Maman Sulaeman Jamaluddin, yang mana telah serta merta membantu abah Ijazi dari tahun 1987 an, hingga beliau wafat pada tahun 2003, berarti H. Maman sempat memimpin selama 3 tahun lamanya. Setelah beliau wafat, estafeta kepemimpinan pun berpindah kepada Aceng Toto Alawi sebagai putra keturunan mama Yasin, dari nek Encih (putra ke 3 dari mama Yasin). Beliau memimpin pesantren beserta majlis ta,limnya hingga sekarang. Namun pada tahun 2006 asa untuk bangkit pun sempat terjadi selama beberapa bulan, seperti perekrutan lagi santri dan santriwati, renovasi kobong/pesantren, mck, plus lapangan bulu tangkis dan koperasi. Pengajian pun sempat berjalan, walaupun hanya 30 santri-santriwati, kesejahteraan guru pun ada walaupun tidak seberapa, dan team pengajar ahli seperti kang Alwi Baehaqi, kang Epi, kang ruhyat, kang agus dll. semangat dalam mengajar, namun sangat disayangkan, dikarenakan ada pihak yang dengki terhadap kemajuan pesantren yang belum seberapa dan intervensi pihak internal, membuat ruh pesantren yang sedang berkembang, tergoncang, gangguan dari sana sini mulai berdatangan, hingga pesantren pun redup kembali, seperti kota mati. pihak masyarakat pun merasa prihatin terhadap kejadian yang menimpa pesantren Rancaucing, namun kami akan bangkit kembali suatu saat dan tidak akan ada yang bisa menghalangi niat kami untuk berjuang dijalan Alloh SWT, mengamalkan ilmu dan mengembangkannya, supaya tercipta masyarakat yang madani dan santri yang muttafaqih fiddien dan mundzirul qoum. Amien.......Ya Allah.
       Dahulu nama pesantrennya samapi sekarang dikenal orang sebagai pesantren Rancaucing, namun dari mulai tahun 2004 hingga sekarang kami sudah memiliki Yayasan yaitu, Yayasan Al-Yasiniyah. Perubahan tersebut bertujuan untuk mencakupi keluarga besar mama Yasin yang telah berjasa mewakafkan sebidang tanahnya untuk kegiatan keagamaan.
Kini pesantren Rancaucing telah pakum, tapi tidak sepenuhnya dikarenakan manajemen yang kurang profesional,  namun kegiatan pengajian, majlis ta,lim dan kajian salafiyah masih berjalan dengan prasarana yang sangat pas-pasan, tidak sampai disana saja dari sebagian ahli Rancaucing dan sekitarnya. Sekarang kami sedang berusaha, berdo,a agar pesantren Rancaucing bisa kembali hidup, berkembang dan berdakwah dijalan Allah SWT, semoga pesantren Rancaucing diberi kelancaran dan keberkahan oleh Allah SWT, amien ya Robbal alamien.

Minggu, 27 November 2011

pesantrenrancaucing

PROFIL PESANTREN RANCAUCING

Pesantren Rancaucing terletak di kaki gunung Cikuray, terletak di desa Hegarmanah kecamatan Bayongbong kabupaten Garut Jawa Barat, pesantren Rancaucing berdiri pada tahun 1918 masehi dan kini telah re generasi selama berpuluh-puluh tahun dalam  menyiarkan agama Islam sambil berjuang dari zaman penjajahan bangsa asing hingga sekarang.
Kini PP Rancaucing telah berusia kurang lebih 93 th, usia yg mana bukan usia yg sebentar dalam mempertahankan tradisi-tradisi Islami, kini kami akan  mengulas sedikit profil tentang sebuah pesantren yang di pimpin oleh KH. Ijazi dan KH Maman (Alm).

GALLERY