|
PIMPINAN PP. RANCAUCING BAYONGBONG GARUT
|
||
|
|
|
|
|
Adjengan Idjazi
1940 - 2000
|
H. Maman Sulaiman
2000 – 2003 M
|
Aceng Toto Alawi
2003 - sekarang
|
pesantren rancaucing
Kamis, 08 Desember 2011
Rabu, 07 Desember 2011
pesantrenrancaucing
SEJARAH PESANTREN RANCAUCING
Dahulu kala pesantren Rancaucing merupakan
sebuah pesawahan antara kampung Kiarapayungkulon dan Goler, lalu kemudian sawah
itu dibeli oleh mama Yasin, dari salah seorang petani asal Kiarapayung,
kemudian sawah-sawah itu diurus dan dijadikan lahan rumah, oleh keluarganya
sehingga menjadi suatu kampung, serta didirikan pula sebuah masjid besar, yang
dikenal masjid Rancaucing, konon ketika itu terjadi pada tahun 1918. Dalam
kurun beberapa tahun, kehidupan di Rancaucing normal, seyogyanya
kampung-kampung lain, namun gersang akan keagamaan, lalu atas inisiatif mama
Yasin, kampung Rancaucing mengutus kedua putranya untuk menimba ilmu di pondok lain, setelah matang kemudian mereka kembali ke kampung halaman untuk mengelola pesantren Rancaucing, yaitu H. Basyari dan H.
Hambali supaya mengembangkan dan mengajarkan ajaran agama Islam, ditangan beliau
berdua inilah pendidikan keagamaan diajarkan lewat sebuah Madrasah Keagamaan
selama beberapa tahun lamanya, ketika santri sudah mulai berdatangan,
tiba-tiba mama hambali memutuskan untuk
mengajar Agama di daerah urug lalu kemudian pindah ke daerah Cimanuk Cikajang, dikarenakan
daerah tersebut sangat membutuhkan seorang kyai yang ahli dalam Agama Islam,
akhirnya H. Basyari pun walau sendirian dibantu masyarakat, bisa dibilang sukses dalam menyiarkan ilmu keagamaan
dengan mendirikan suatu madrasah dan pesantren kecil yang diberi nama
“Pesantren Rancaucing”, hingga pesat, namun dalam pertengahan kepesatan tersebut beliau pun wafat, sayangnya beliau belum
memiliki kaderisasi yang kuat, karena putra-putranya masih belia, sehingga
kegiatan kepesantrenan pun sempat terhenti, sebelum akhirnya diurus oleh putra
sulungnya yakni Aceng Panhur.
Melihat perkembangan Islam di
Rancaucing yang berjalan stagnan, maka H. Hambali yang tinggal di Cimanuk ketika
itu, pergi ke Urug untuk bermufakat dengan tiga santrinya, yaitu Ajengan Qomar,
Ajengan Entoh dan ajengan Ijazi, ketika itu ajengan Qomar diutus untuk mengisi
di daerah Urug, ajengan Entoh mengisi di Cilimus sedangkan ajengan Ijazi da
Batu Gede, kabar ini pun akhirnya terdengar sampai ke telingga penduduk
Rancaucing Sukamanah, sebagian dari mereka mengatakan “jangan dulu di daerah
Batu Gede, daerah Rancaucing pun sangat membutuhkan seorang figure yang ahli
dalam agama”, akhirnya H. Hambali mengutus ajengan Ijazi atau Abah Ija, yang
tiada lain merupakan murid sekaligus menantunya, untuk mengisi di daerah
Rancaucing untuk membantu aceng Panhur, hingga kegiatan keagamaan di pesantren
Rancaucing pun pesat kembali, namun di pertengahan itu aceng panhur hijrah ke
daerah cipulus beserta keluarganya,hingga adjengan ijazi pun berjuang sendiri
di bantu oleh masyarakat, bahkan sempat terjadi masalah internal antara pihak
pesantren yang di kelola oleh adjengan ijazi atau abah ija dengan sebagian
sebagian keluarga besar mama basyari, hingga akhirnya abah pun pindah ke daerah
Urug, Rancaucing pun kembali vakum dan masyarakat pun gelisah karena kehilangan
seorang figur yang teladan dan tawadlu seperti abah Ijazi, akhirnya diadakanlah
musyawarah oleh masyarakat sekitar, untuk mendatangkan kembali abah ijazi ke Rancaucing.
Suatu hari ketika abah Ijazi
sedang melaksanakan ziarah, selama 40 hari ke Pamijahan Tasikmalaya timbullah
inisiatif spontanitas perwakilan masyarakat Rancaucing dan sekitarnya, untuk
mendatangi kediaman abah ijazi di daerah Urug, perwakilan masyarakat tersebut
bertemu dengan istri abah Ijazi, yaitu mamah Epon. Lalu mengatakan bahwa atas
perintah abah Ijazi sebelum berangkat ziarah untuk mamah Epon beserta rumahnya,
harus segera dipindahkan ke Rancaucing, spontan ketika itu masyarakat
membongkar rumah abah Ijazi di daerah Urug, kemudian dipindahkan ke Rancaucing
(membongkar, memimdahkan dan mendirikan rumah abah Ija itu dalam kurun satu
hari, selesai). Ketika abah Ija pulang dari tempat ziarah, dan sesampainya di
Urug, beliau sangat kaget sekali karena mendapati rumah beserta istrinya
hilang, sampai seorang penduduk mengatakan bahwa rumah dan istri abah telah
dipindah ke Rancaucing,akhirnya abah Ija hanya tawakal dan bersedia kembali
untuk mengayomi masyarakat dengan ilmu keagamaan, yang dirasakan masyarakat
masih gersang.
Hari demi hari, tahun demi tahun
berlalu dengan cepatnya, ketika
itu pesantren Rancaucing menjelma menjadi sebuah pesantren yang sangat disegani
dan dihormati di wilayah kabupaten Garut dan kota kota yang lainnya.Hingga
para santri pun banyak yang berdatangan sampai tidak tertampung, atas izin
Alloh SWT dan dukungan masyarakat pesantren Rancaucing semakin berkembang dan
maju, sebagai bukti sebagian santrinya ada yang berasal dari luar kota dan
sebagian dari wilayah Garut, sehingga jumlah santri dan santriwati pun sampai
berjumlah ratusan, selain itu figur seorang pimpinannya pun sangat membantu
dalam mengarumkan nama pesantren, dikarenakan abah Ijazi selaku pimpinan
pesantren Rancaucing dikenal karena ketawadluannya, kesabarannya dalam mendidik
masyarakat yang notabene beranekaragam karakter serta berwawasan luas dalam hal
keagamaan, seperti Akhlaq, Fiqih, Tauhid dll. Sehingga meluluhkan jiwa
masyarakat dan para santrinya yang sedang menimba ilmu kepada beliau. Setelah
mencapai masa keemasan pesantren Rancaucing, akhirnya tepat pada tanggal 13
Muharrom 1422 H/2000M, beliau wafat, dipanggil kehadirat Ilahi Robbi, ketika
itu usia beliau genap 100th, nama beliau pun dikenang dan tercatat
oleh tinta sejarah sebagai seorang ulama besar di masanya.
Sepeninggal beliau, pesantren
Rancaucing secara otomatis diteruskan oleh menantunya dari Cigondewah Bandung,
yaitu KH. Maman Sulaeman Jamaluddin, yang mana telah serta merta membantu abah
Ijazi dari tahun 1987 an, hingga beliau wafat pada tahun 2003, berarti H. Maman
sempat memimpin selama 3 tahun lamanya. Setelah beliau wafat, estafeta
kepemimpinan pun berpindah kepada Aceng Toto Alawi sebagai putra keturunan mama
Yasin, dari nek Encih (putra ke 3 dari mama Yasin). Beliau memimpin pesantren
beserta majlis ta,limnya hingga sekarang. Namun pada tahun 2006 asa untuk bangkit pun sempat terjadi selama beberapa bulan, seperti perekrutan lagi santri dan santriwati, renovasi kobong/pesantren, mck, plus lapangan bulu tangkis dan koperasi. Pengajian pun sempat berjalan, walaupun hanya 30 santri-santriwati, kesejahteraan guru pun ada walaupun tidak seberapa, dan team pengajar ahli seperti kang Alwi Baehaqi, kang Epi, kang ruhyat, kang agus dll. semangat dalam mengajar, namun sangat disayangkan, dikarenakan ada pihak yang dengki terhadap kemajuan pesantren yang belum seberapa dan intervensi pihak internal, membuat ruh pesantren yang sedang berkembang, tergoncang, gangguan dari sana sini mulai berdatangan, hingga pesantren pun redup kembali, seperti kota mati. pihak masyarakat pun merasa prihatin terhadap kejadian yang menimpa pesantren Rancaucing, namun kami akan bangkit kembali suatu saat dan tidak akan ada yang bisa menghalangi niat kami untuk berjuang dijalan Alloh SWT, mengamalkan ilmu dan mengembangkannya, supaya tercipta masyarakat yang madani dan santri yang muttafaqih fiddien dan mundzirul qoum. Amien.......Ya Allah.
Dahulu nama pesantrennya samapi sekarang dikenal
orang sebagai pesantren Rancaucing, namun dari mulai tahun 2004 hingga sekarang kami sudah memiliki Yayasan yaitu, Yayasan Al-Yasiniyah. Perubahan tersebut bertujuan untuk mencakupi
keluarga besar mama Yasin yang telah berjasa mewakafkan sebidang tanahnya untuk
kegiatan keagamaan.
Kini pesantren Rancaucing telah
pakum, tapi tidak sepenuhnya dikarenakan manajemen yang kurang profesional, namun kegiatan pengajian, majlis
ta,lim dan kajian salafiyah masih berjalan dengan prasarana yang sangat
pas-pasan, tidak sampai disana saja dari sebagian ahli Rancaucing dan
sekitarnya. Sekarang kami sedang berusaha, berdo,a agar pesantren Rancaucing bisa kembali hidup, berkembang dan berdakwah dijalan Allah SWT, semoga pesantren Rancaucing diberi kelancaran dan keberkahan oleh Allah SWT, amien ya Robbal alamien.
Minggu, 27 November 2011
pesantrenrancaucing
PROFIL PESANTREN RANCAUCING
Kini PP Rancaucing telah berusia kurang lebih 93 th, usia yg mana bukan usia yg sebentar dalam mempertahankan tradisi-tradisi Islami, kini kami akan mengulas sedikit profil tentang sebuah pesantren yang di pimpin oleh KH. Ijazi dan KH Maman (Alm).
GALLERY
Langganan:
Komentar (Atom)
